ketika tak bisa bicara, maka tuliskanlah, jika tak mampu menuliskan, maka tersenyumlah, setidaknya mereka tidak akan tahu jika kamu sedang tidak baik baik saja..

Kami Beri Ia Nama Ibrahim

Selasa, 15 Desember 2020

| 0 komentar
Hari itu, Kamis 12 Juli 2018, di Kereta Argo Parahyangan jurusan Bandung – Jakarta aku bertemu dengan suamiku. Kita duduk bersebelahan, bertukar ID Instagram, pindah pada chat di Whatsapp dan di hari kelima dia melamarku, I said YES! 7 bulan kemudian kita menikah, di minggu kedua bulan Januari 2019. 

Kalau saja aku tahu menikah dengannya akan sebahagia ini, aku berharap bisa lebih cepat bertemu dengannya. Ehhh Tapiii, jarak kita terpaut 6 tahun, ketika dia sudah mulai kerja, aku masih SMA, jadi rasanya agak tidak mungkin dengan kondisi itu. Benar, semua sudah diatur olehNya.
 
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan terlewati. Bersamanya amat membahagiakan, tapi masih ada satu hal yang kurang. 

"Belum isi Din?" 
atau "udah ngisi belum?" Pertanyaan itu hilir mudik menyapa, entah itu teman, kerabat atau entahlah siapapun yang bertanya. Jawabku? "belum, doain ya" begitu terus. 

Mudah memang menjawabnya, namun entah rasa apa itu, rasa yang kalo dijabarin katanya gini "duh males banget sih, napa pake nanya segala dah" hehe. 

Sebenarnya keluarga biasa saja, toh kita juga baru kenal 7 bulan, banyak yang bilang pacaran aja dulu, well satu tahun sudah kita pacaran halal. Anniversary ke satu tahun pun sudah kita lalui, tak henti hentinya aku bersyukur padaNya, bisa menikah dan berbagi cerita bersamanya. 

Banyak juga yang bilang “baru setahun, santai aja”. Benar, baru satu tahun, waktu yang singkat memang, tapiiiiii……….. 
 
Di satu tahun itu aku sudah pasrah, mungkin Tuhan ingin kita sabar lagi, anak adalah rezeki, akan datang diwaktu terbaik menurutNya. 

Pelajaran yang bisa aku ambil dari pengalamanku ini adalah agar sangat menjaga hati dan perasaan teman - teman diluar sana yang memang masih menanti, baik menanti pasangan, menanti anak atau menanti hal lainnya yang tidak bisa kita atur semaunya.

Lebih baik tidak bertanya, basa basinya yang lain aja, gak usah pake "eh ko belum bla bla blaaa". Bicarakan saja hal lainnya, saling menjaga perasaan. Aku tahu betul bagaimana rasanya ditanya ini itu yang jawabannya diluar kendali kita. sangat tidak nyaman, setidaknya bagiku begitu.

"Aa, kata dr. Yassin, kalau lewat 1 tahun belum hamil juga, harus konsultasi ke dokter, takutnya ada masalah" ucapku pada suami. Suami setuju, bulan depan kalau tamu bulananku masih saja datang kita berencana untuk konsultasi ke Dokter. 

Di bulan Februari tamu bulananku tidak datang. Di bulan Maret 2020, di suatu pagi yang hening, aku niat untuk cek menggunakan test pack. Hari itu aku telat 9 hari! Baru pertama kali aku telat selama itu, biasanya kalau pun maju atau mundur tidak pernah terlalu jauh. 

Dengan rasa deg-degan, dan excited sekaligus, aku beranikan diri untuk mengeceknya. Suamiku masih terlelap. Pikirku, akan aku kasih tahu suami kalau hasilnya positif saja, kalau negatif sih gak perlu.

Daaaaaaaaan.......... 2 garis merah itu terlihat perlahan muncul. 

Hasil Test Pack (Dok Pribadi)

Masih di dalam kamar mandi, aku terdiam sendiri. Aneh rasanya, ada rasa bahagia ada juga rasa like "OKE, WHAT IS NEXT?". Langsung juga aku instal aplikasi andalan ibu hamil di ponselku, The Asian Parent. (https://id.theasianparent.com/) 

Aku langkahkan kakiku keluar, menuju kamar dan membangunkan suamiku pelan sambil memegang hasil test pack yang selama ini dinantikan. 

'tap tap' ku tepuk punggungnya pelan. Pelan pelan suamiku tersadar. Ketika masih sayup sayup matanya terbuka, aku tunjukan hasil test packnya. Lalu seketika matanya terbelalak dan menatapku bingung. 

"Positif?" tanyanya masih bingung dan ngantuk. 

Aku tersenyum dan mengangguk. Dia tersenyum, lalu memelukku sambil berucap "Alhamdulillah" pelan. Memang tidak seheboh sinetron, atau seromantis drama Korea, tapi scene itu masih teringat olehku, tidak ada lagi rasa selain bersyukur padaNya. 

Satu tahun memang bukan waktu sebentar, atau juga waktu yang lama, benar, semua datang pada waktu terbaik menurutNya. Kalau dihitung - hitung, saat itu masih 5 mingguan. Kita berencana ke dokter di minggu berikutnya. 

Di pengalamanku, dua garis itu aku dapatkan mungkin tidak semudah teman - teman lainnya, ataupun tidak sesulit kawan - kawan lainnya. Memasuki bulan ke 6 permikahan, aku sudah mulai program hamil ala kadarnya, ala ala saja seenaknya sendiri. 

Mengikuti anjuran artikel-artikel di internet, melakukan pengalaman si ini si itu yang cepat hamil, mulai minum vitamin, rempah rempahan dan makan ini itu seperti pengalaman orang, serta usaha usaha lainnya. 

Hingga akhirnya aku membaca sebuah artikel yang mengatakan kalau berat badan mempengaruhi kesuburan seseorang. Dari situ semua berawal, niat bulatku untuk berubah! Sizeku memang bisa dibilang XL, pokoknya sulit untuk diet, pecinta junk food dan tim rebahan. Hingga akhirnya aku dan suami sepakat untuk hidup sehat, tidur cukup dan diet ketat! Yang diet aku doang sih, suami sudah langsing, hehe. 

Kurang lebih selama 4 bulan aku melakukan diet sampai akhirnya hamil. Berat badanku turun 8 kg, Alhamdulillah. Benar ternyata, selain memang Kuasa Tuhan, berat badan dan hidup sehat benar benar mempengaruhi. 


Hari berlalu.. Setelah melewati minggu ke 6, aku dan suami pergi ke salah satu rumah sakit di Jakarta Pusat. Deg-degan sekaligus excited. Berharap semua normal dan baik baik saja. Antrian tidak cukup panjang, akhirnya namaku dipanggil. 

Didalam ruang prakik dokter.
“Ini ya bu, sudah terlihat kantungnya” ucap Dokter. 

Foto hasil USG pertama (dok pribadi)

Alhamdulillah sejauh ini dokter bilang sehat dan normal, Aku diminta datang kembali 4 minggu lagi untuk dapat melihat apakah ada yang berkembang di kantung itu. 

Hari demi hari terlewati, gejala seperti ibu hamil mulai terasa. Nikmat sekali…. Bersyukur juga selama pandemi, suamiku full WFH, selama ada laptop dia bisa bekerja, sehingga 9 bulan hamil dia siap siaga dan selalu stay dirumah. 

Ketika memasuki minggu ke 8 sampai sebelum minggu ke 13, minggu-minggu itu bisa dibilang minggu terberatku selama hamil. Walau terbilang masih wajar dan beruntung jika dibanding teman lainnya, tetap saja menurutku momen itu adalah momen terberatku selama hamil. 

Karena aku tidak bisa beraktifitas seperti biasa. Menjadi sangat tidak suka aroma dapur, hilang hasrat memasak dan tidak suka masakan sendiri. Jadilah suamiku menjadi chef dadakan. Terimakasih Dear Suami
Foto hasil masakan suami (Dok pribadi)

Karena pandemi melanda, rumah sakit tempatku kontrol dan dokter kandunganku pun berubah, semua berubah agar bisa menjadi lebih dekat dengan rumah dan bisa diakses lebih mudah. 

USG kali kedua tidak kalah deg-degannya. Walau mengalami gejala seperti Ibu Hamil, tapi aku masih takut si kantung ini tidak dalam keadaan baik baik saja. Tapi alhamdulillahnya semua baik baik saja, semua sehat dan normal. 

Hasil USG ke dua (dok pribadi)

Dokter memberiku beberapa vitamin dan nasehat, terlebih di masa pandemi seperti ini Ibu hamil terbilang cukup rentan. Bulan-bulan selanjutnya alhamdulillah semua baik baik saja. Memang tidak mudah hamil ketika masa pandemi seperti ini. 

Sangat berhati-hati ketika harus ke rumah sakit, sangat membatasi kegiatan di luar rumah, dan tidak bisa pulang kampung! itu yang cukup berat. PSBB, pengetatan jalur antar kota dan segala protokol kesehatan yang ada membuat aku dan suami memutuskan untuk stay di rumah, benar benar di rumah tidak kemana mana, kecuali pergi ke Rumah Sakit dan membeli kebutuhan seperti pergi ke minimarket dekat rumah dan ke warung yang menjual sayur. 

Hari demi hari terlewati, bulan demi bulan dijalani. Perutku semakin membesar, lucu sekali. Sudah ada nafsu untuk makan, hasrat memasak kembali lagi, sungguh senangnya di trimester 2. 

Yang lebih membuatku senang adalah gerakan gerakan halus yang sudah mulai terasa dari dalam perut. Masih ingat dengan jelas, gerakan pelan nan samar itu pertama kali ku rasa di bulan ke 4.

”Apa ini?” tanyaku dalam hati.

Rasanya aneh. Semakin hari semakin kencang dan jelas, aku semakin bahagia merasakannya. Memang benar, awalnya terasa aneh dan asing, tapi semakin kesini gerakan itu selalu aku nanti setiap harinya. Dari mulai gerakan halus, tendangan pelan, sampai gerakan yang bisa mengagetkanku tiba tiba, semua amat indah dirasa, gemas sekali rasanya, inginku segera menyapanya. Apalagi momen cegukan, lucu sekali. 

Memasuki trimester ke 3 segalanya jadi berubah. Perutku semakin membesar lagi, membuatku jadi selalu lapar, cukup sulit bergerak, berjalan, dan melakukan aktifitas lainnya. Tapi dokter bilang jangan ‘mager’ harus tetap gerak. Jadilah jalan pagi dan sore menjadi solusi. Tidak lupa juga pekerjaan rumah tetap aku kerjakan dengan santai. 

Potret suami menemani jalan pagi (dok pribadi)

Walau tidak se’cengos’ dulu, tapi aku tetap bahagia berada di trimester 3. 

“Sudah USG 4D bu?” tanya dokter ketika kontrol rutin bulanan. 

Aku menggelengkan kepala, memang belum ada niatan untuk USG 4D. Menurut dokter memang tidak terlalu penting, karena dari USG 2D pun sudah terlihat dan dapat terdeteksi apabila ada masalah. Tapi dari situ aku jadi kepikiran dan ingin 4D, jadilah lets go for 4D

Ternyata semenyenangkan itu melihat layar monitor USG 4D. Kita bisa dengan cukup jelas melihat seperti apa rupa anak kita didalam. Tidak dipungkiri, selain ingin mengetahui kondisi kesehatan Bayi didalam, tentu kita ingin juga melihat seperti apa wajahnya, mirip siapa ya kira kira.

Tapi sayangnya, saat percobaan pertama si Bayi munggungin terus. Sudah geser kesana, geser kesini, posisi ini posisi itu tetap tidak terlihat wajahnya. Ia hanya mengizinkan kita melihat tulang belakangnya saja hehehe.

Hasil 4D tulang belakang (dok pribadi)

"Tulang belakangnya normal ya bu, tidak ada kelainan" ucap Dokter dan dilanjutkan dengan menjelaskan ini itu dengan layar yang menampilkan tulang punggung anakku.

Alhasil, wajahnya tidak bisa terlihat karena masih munggungin. Untungnya, Dokternya amat baik. Saat itu aku antrian 2 dari belakang, jadi Dokter meminta aku untuk keluar dulu, dan meminta pasien terakhir untuk masuk, setelah itu aku diperbolehkan masuk lagi untuk percobaan kedua. 

Ketika diluar aku disarankan untuk banyak bergerak, sujud, jalan, coba posisi ini itu agar si Bayi dalam perut mau bergerak dan diharapkan bisa menunjukan wajahnya nanti ketika 4D lagi. 

Tidak lupa juga aku ajak ia bicara, aku minta Suamiku juga mengajak si Bayi bicara, minta agar diizinkan melihat wajahnya, jelasin juga kalau sekarang Ayah Ibunya sedang USG 4D jadi anak bayi harus bekerja sama memutar tubuhnya agar  wajahnya bisa terlihat saat 4D.


Dan, memang itu benar bekerja! Aku percaya janin dalam kandungan dapat mendengar dan paham saat ia diajak bicara. Ketika masuk lagi untuk 4D, wajahnya sudah terlihat!

Hasil 4D, wajah (dok pribadi)

"nih, terlihat ya sekarang, pinter nak" kata Dokter. 
"mirip siapa nih?" tanya dokter sambil sibuk dengan alat 4D nya.

"Hei, itu hidungku!" ucapku dalam hati.

Aku tersenyum menatap layar monitor. "oohh begini rupanya paras mahluk didalam perutku" ucapku lagi. 

"wah emaknya banget ini" seru suamiku. 

Selain itu, jenis kelamin tidak kalah penting juga untuk diketahui ketika 4D. Memang, dari bulan ke 5 kandungan sudah terlihat jelas jenis kelaminnya, laki laki! dan semakin jelas dengan USG 4D. 

Hasil 4D jenis kelamin (dok pribadi)

"udah ini sih jelas banget laki laki ya bu" ucap Dokter.

Merasakan gerakan dalam perut dan melihat bayiku via layar monitor 4D adalah dua momen terindah dimasa kehamilanku.

Hal menyenangkan lainnya selama hamil? tentu banyak, setidaknya ini versiku. Suami dan keluarga semakin perhatian, jalan pagi dan sore bersama suami, bergandengan tangan dan pulangnya bisa jajan dulu di mini market hehe, belanja keperluan bayi menurutku itu juga hal yang amat menyenangkan. Walau di era pandemi begini 100 persen kebutuhan bayiku dibeli online, tapi aku tetap senang dengan kegiatan itu.

Atas izinNya, di pagi hari Selasa 20 Oktober 2020 pada 38 minggu usia kandungan,anakku lahir dengan sehat dan selamat. Alhamdulilah. 

Kami beri ia nama Ibrahim.

Foto pertama Ibrahim (Dok Pribadi)

Begitu cerita singkat kehamilanku, bagaimana dengan cerita kehamilanmu?

'My Kitchen My Adventure'

Selasa, 26 Maret 2019

| 0 komentar
Sudah beberapa tahun ini, dapurku berubah menjadi 'dapur online', sehingga jangan salahkan aku ketika aku jarang menginjak dapur yang nyata, haha.
Saat kuliah dan sudah bekerja, aku hidup sendiri dan ngekos, sehingga "Lapar? beli aja" adalah motto perutku saat itu. Inginnya instan dan tinggal makan, ya! Rasanya 'zaman milenial' ini sungguh ku rasa kurang lebih seperti itu.
Namun, semua berubah ketika aku menikah dengan seorang laki-laki, suamiku adalah termasuk 'penikmat makanan sejati' haha, apa itu? Kurang lebih seperti ini:
Dia tahu apa yang kurang dari makanan ini, dia tahu jika ditambahkan ini makanan tersebut akan semakin nikmat, dia tahu dihidangkan saat dingin akan lebih enak daripada dihidangkan saat panas, dia tahu makanan ini dan makanan itu jika dikombinasikan akan semakin lezat.
Dia tahu mana yang harus dimakan terlebih dulu dan mana yang menjadi makanan penutup, dia tahu kandungan apa saja yang ada dalam sayur ini, dia tahu gizi apa yang didapatnya jika memakan daging itu, dia tahu semua makanan yang disukai dan tidak disukainya.
Dia tahu makanan ini akan menyebabkan alergi pada kulitnya, dia tahu ini, tahu itu dan tahu lebih banyak soal makanan daripada yang aku tahu, dan dia tahu aku tak pandai memasak, tapi dia tetap menikahiku.
Aku? Yang aku tahu makanan hanya ada 3, makanan yang enak, yang kurang enak, dan yang menyebabkan alergi pada tubuhku, begitu.

Menikahlah aku dengan dia di awal tahun ini, dia lahir dan hidup dalam wilayah 'memakan homefood yang enak', sepertinya semua wanita di keluarganya pintar memasak, semakin minder-lah aku. Butiran debu penikmat dapur online ini menciut nyalinya untuk memasak. Hahaa
Aku hanya takut mengecewakan lidahnya, karena saat itu aku hanyalah wanita 23 tahun yang gemar duduk dibalik laptop, untuk menulis, bekerja dan nonton Korea, bukan wanita dibalik teplon yang pandai memasak masakan ala Jawa, Sunda hingga Itali dan Eropa, ahhaha.
Dan suatu hari, untuk pertama kalinya setelah menikah, ku masakkan makanan favorit kita, sayur sop, ditambah juga telur dadar! Sepertinya itu tidak layak untuk disebut memasak, karena yang ku lakukan hanyalah menyatukan semua bahan dan menambahkan bumbu instan ke dalamnya.
Rasanya? Hmm, berbanding lurus dengan rasa tidak percaya diriku! Hhaha. Tapi, sangat berterimakasihnya aku pada suamiku, biasanya ketika makan diluar berdua, dia akan berkomentar jika makanan ini kurang itu, dan makanan itu kurang ini.
Tapi, saat itu yang ku dengar hanyalah komentar positifnya. Aku sangat berterimakasih padanya, dia melahap habis semua makanan yang ku buat. Saat makan, ia sempat mengambil gambar lalu mempostingnya ke instagram, haha. Bagiku itu adalah lebih daripada pujian. Aku tak pernah memintanya untuk memposting hasil masakanku ke instagramnya, he just do it.
Pertanyaan rutinku padanya adalah "mau makan sama apa?", Setiap hari jawabannya selalu berbeda, Senin dia ingin makan A, Selasa makan B, Rabu makan C, dan seterusnya. Sehingga mau tidak mau aku harus belajar menu baru.
Dari situ semuanya berasal. Dialah yang menyemangatiku untuk terus belajar membuat menu baru. Dia tahu aku tak pandai membuat makanan A, dia tahu aku tak jago membuat menu B, dan dia tahu aku tak bisa membuat menu C, tapi dia percaya padaku bahwa aku akan berusaha membuatkan makanan itu untuknya, sehingga akupun harus percaya pada diriku bahwa aku bisa membuat makanan itu.
Sebenarnya sepele, seperti obrolan ringan biasanya, tapi dari situlah aku belajar. Bisa dibilang dia selalu memberiku soal, dan aku selalu bisa menjawabnya, dan dia percaya aku bisa menjawab soalnya!
"Bukan ga bisa, tapi belum bisa, nanti juga bisa, belajar dulu aja" kalimat itu yang selalu diucapkannya ketika aku bilang aku payah dalam memasak.
Ternyata, di dapur bukan melulu tentang makanan, tapi juga tata letak, bahan masakan dan juga peralatan. Aku jadi banyak belajar, pisau ini tidak cocok untuk memotong ini, teplon jenis ini lebih cepat rusak dibanding jenis itu, bahan makanan mana saja yang masuk lemari es.
Bagaimana cara menyimpan sayuran di lemari es agar tahan lama, apa rasanya masakan ini tanpa bumbu ini, semuanya dapat ku pelajari dan ku alami karena soal-soal yang diberinya setiap hari.
Tidak lupa juga ku ucapkan terimakasih kepada Google dan YouTube, tanpa mereka sepertinya Ibuku akan lelah menjawab semua pertanyaan yang ku ajukan mengenai kehidupan di dapur.
Awalnya aku tak terbiasa, biasanya jemariku menari di atas keyboard laptop, tapi sekarang lebih sering menari dan bercengkrama dengan pisau, talenan, alat dan bahan masakan lainnya. Hehe
Kemarin, suamiku membelikanku 2 buah teplon baru, dan betapa girangnya aku. Aku sendiri kaget, mengapa aku sebegitu gembiranya dengan kehadiran 2 teplon baru itu? Hahaa, apakah aku sudah memasuki zona 'per-emak-emakan'?
Setiap hari aku belajar, mematchingkan bahan makanan sehingga menghasilkan makanan yang enak, setiap hari aku belajar, merasakan bumbu ini dan itu agar dapat memadu padankan rasa sehingga menghasilkan makanan yang lezat.
Tak sia-sia semua yang telah ku pelajari, sekarang setiap hari hampir ku dengar kalimat "enak euy, bisaan" atau "pake apa ini, ko enak?" ucapnya sambil mengelus pelan rambutku. Haha rasanya seperti di drama Korea saja, tapi benar begitu yang dilakukannya, memuji masakanku while touching me softly on my hair or on the cheeks hahaha.
Kalau sudah begitu, malu rasanya jika aku tetap pada level yang sama dalam hal memasak. Sepertinya dimatanya sekarang gradeku dalam memasak sudah 'better lah ya' hehehe.
Oya, jangan salah, aku juga pernah bernegosiasi mengenai menu makanan untuk salah satu hari, hahaa. Untunglah suamiku sangat mengerti, sehingga negosiasi itu berjalan dengan baik.
Negosiasi? Ya! Negosiasi ganti menu makanan ketika bahan tidak tersedia/ habis. Negosiasi ganti menu makanan karena aku tidak terlalu suka dengan makanan tersebut, hahaha begitu kurang lebih contohnya.
Usia pernikahan kita memang baru seumur jagung, dalam waktu singkat itu juga aku begitu merasakan betapa pentingnya pujian dari suamiku, karena dari situ semua semangat berawal hahaha.
Jadi, Wahai suami-suami di luar sana, memuji istrimu adalah gratis dan mudah bukan? Maka lakukanlah, dan lihatlah perubahan baik yang akan terjadi pada istrimu!  
Oya oya, memuji itu harus tulus dan benar dalam hati, tapi diperbolehkan juga berbohong dalam memuji jika tujuannya untuk menjadi lebih baik ya, hahaa.
Dear Suamiku, bagaimana denganmu? Memujiku dengan pujian yang manakah kamu? Haha, entahlah aku tak peduli, yang ku tahu kita saling mencintai, Hahahaha.
This is it, My Kitchen My Adventure, xoxo.Sekian, ini cerita dan pengalaman dapurku . Bagaimana dengan cerita dan pengalaman dapurmu?

I Can't Fly

Kamis, 01 November 2018

| 0 komentar


Dimana hariku tak mampu terbang, tersesat dan ingin bersandar mencari tempat. Namun tempatku hilang, melemparkan pisau hingga jangan salahkan air mata yang tersedu ditengah hujan. Katanya ia ragu, aku menangis lagi, bosannya.

aku tak bisa terbang, seperti harapnya yang terucap dalam doanya. aku tak bisa terbang, seperti nasehatnya setiap jam, aku tak bisa terbang, seperti biasa ia katakan lembut ditelingaku. Cita citamu tuk terbangkan aku rupanya tak ku mampu. harusku bagaimakanan aku?

Kita memang dilahirkan sangat berbeda, Sangat, bahkan amat sangat. Bagiku hadirnya dalam setiap hari adalah sebuah mimpi menjadi nyata. Bertemu dengan sosok jenis itu bagaikan mimpi lama yang tiba tiba menjadi nyata. tak sadar ku tetiba mencintainya.

Sayangnya aku terlalu bodoh, sayangnya aku terlalu egois, terlalu jahat dan terlalu naif. Inginnya ku kejar ia lalu ku peluk dan ucapkan maaf. Namun aku hanya bisa menangis dibalik tubuhnya dan tak mampu menatapnya, mengapa? Ntahlah, jangan tanyakan, aku enggan menjelaskan, aku lelah.

Terlalu ku sadar, jika yang ku fikirkan, yang ku rasakan dan yang ku ungkapkan hanyalah hal konyol yang tidak benar terjadi. Harusnya ku percaya dan cukup mendengarkan. Salahkan hatiku yang terlalu mengambil rasa dan bertindak tak dewasa.

Inginnya ku meminta maaf, sudah ku lakukan. Tapi sakitku tak kunjung juga pergi. Mengapa? Ucapku yang lain tak perlu ada rasa itu, rasa tak penting yang hanya akan menciptakan lara.

Aku tak ingin kehilangannya, maka kata diriku lainnya berubahlah! Namun diriku lainnya tetap saja bersikukuh dalam keegoisan ini. Aku merindukannya, Bersama angin dan rintikan hujan malam aku hanya bisa tersedu, benar benar tersedu.

Tak bisa bintang menyaksikan, karena mereka rupanya terlalu lelah untuk melihat drama yang tak kunjung juga usai ceritanya.

Aku hanya ingin dimengerti, dan belajar mengerti. Namun rupanya ia seperti terlalu lelah untuk mengerti dan lebih mudah untuk menasehati. Bisikku, ia tak bisa menjadi pendengar, ah Ibu aku rindu! ku menangis lagi.

Inginku cukup kita berbincang, karena dia harus selalu dipihakku, apapun yang terjadi, namun malamnya ia seperti orang lain, yang setiap ucapannya berasa sebilah pisau yang terus saja menikam hati, jangan salahkan air mata bila sudah begitu.

Aku tak pernah ragu, namun ia diujung sana berteriak ragu. Ahh.. sudahlah. Mungkin semuanya salahku. Wahai hati, pergi saja jika lelah, kau diizinkan untuk meninggalkan atau jika masih sayang, maka tetaplah tinggal. Terserah padamu!

Jangan tanyakan lagi mengapa aku? Tanyakan dirimu mengapa kamu? Aku hanya sedang hilang arah, tersesat, tak mampu terbang dan lelah, butuh tempat  bersandar dan berpegangan, ku rasa tempatku kamu, namun tempatku menolak tuk kujadikan tempat berlabuh, wahai ragu pergilah aku mencintainya!

Jika tak mampu kau ragu pergi, baiklah biarkan aku pergi dengan segala keyakinan yang selalu ku miliki.

Hi, I Love you, but I can’t fly, would you stay?


Someone From The Train : He Was Stranger

Senin, 29 Oktober 2018

| 0 komentar

Kamu tahu, saat itu aku sudah Lelah. Melangkah sendiri ditemani bayangan yang rupanya sama juga malas untuk melangkah. Namun, rupanya Tuhan mendengar ceritaku, Tuhan mengabulkan doaku, semua yang pernah kulantunkan dikabulkanNya. Namun tak pernah ku menyangka rencanya akan seindah ini, dalam sujud aku bersyukur.
Sudah berkali kali rencana itu berganti tanggal, rencana bersenang senangku dengan kawan di Bandung akhirnya terjadi. 12 Juli 2018. Sebelumnya tak ku tahui bekerja sebegini lelahnya, benar kata orang "cari duit itu cape", just sigh....!
Kereta Argo Parahyangan Tambahan, Jakarta -- Gambir, 18.00.
Rasanya tubuhku terlalu Lelah, ku susuri satu persatu kendaraan Panjang itu. Kereta yang kini ku sayang haha. Gerbong 1, itu tujuanku!. Masuklah aku. Ranselku berat, ingin ku naikkan ditempatnya, tapi ku tak miliki daya, ku simpan saja ditempat kakiku, terlihat sedikit sesak memang, tapi sudahlah, biar saja.
Dikursi itu, ekonomi namun berAC, sebelah tempat dudukku rupanya sudah ada seseorang. Berjaket hitam dengan name tag yang mengalung dilehernya. Ku tak ingat, "punten atau permisi", singkatnya ku berhasil duduk melewatinya. Bersandar dijendela dengan segala Lelah hari itu.
Rupanya orang disebelahku terlalu usil untuk bertanya mengapa tasku tak disimpan diatas. Yasudahlah jika begitu tolong simpankanlah, dan disimpankanlah olehnya. Hahah thank you dear stranger!

"makan mba" kalimat pertamanya! Aku mengangguk dibalik masker yang ku kenakan. Bakmi GM, begitu yang tertulis di tempat makan yang sedang dimakannya. Lahap betul dia, sepertinya lapar. Sudahlah bukan urusanku. Ku abaikan.
Ku mainkan ponselku, keluar masuk Instagram whatsapp dan segala aplikasi yang ada untuk menghilangkan jenuhku di kereta. Namun, suara itu terdengar dan menyapa daun telingaku.
"kerja mba? Ku tengok ke kananku, si pria bakmi GM bertanya. Ia tersenyum, dan menantikan jawaban. Ku mengagnguk dan agar sopan, ku lepas maskerku.
Semuanya dimulai, berbincanglah kita.
Ku tak ingat persis apa yang kita bicarakan. Namun, kurang lebih 3 jam perjalanan ku tahu banyak tentangnya. Aneh rasanya, talking with stranger but feels like talking with someone who you know for years.
Ntah sekedar basa basi atau benar benar penasaran, ditanyanya aku banyak sekali. Dari mulai dimana ku kerja hingga statusku saat itu hahaha. Seperti yang kubilang tadi, aneh juga rasanya, mengapa ku beritahu tentangku padanya saat itu.
Masih ingat jelas diotakku, kata ibu berhati hatilah dengan orang yang gak dikenal! Tapi lihatlah aku, malah berbincang akrab dengan totally stranger. Dan yang paling menyeramkan, dia membuatku nyaman hahaha, the way he talk, the way he look at my eyes, the way he breath I think, everything he did was make me comfy! Hahahaaha
Layaknya orang berbincang, tak melulu 100 persen waktumu untuk berbicara, aku diam, diapun diam. Kita saling diam, hanya suara laju kereta yang terdengar dan sesekali orang orang yang berada dalam satu gerbong berbincang dengan orang disebelahnya.
Ku buka instagramku, ku sibukkan diriku melihat lihat apalah itu yang ada dalam menu exploreku. Dan, "apa nama instagramnya?" kalimat yang tak ku sangka sangka akan ku dengar.
Well, sekali lagi, ini berbahaya, namun dengan mudahnya ku berikan dia ID instagramku. Tahukah kamu? Aku memiliki dua akun Instagram, yang satu dengan cukup banyak followers dan feeds yang hanya foto tanpa diriku, lebih untuk umum. Dan yang kedua Instagram pribadiku, isinya lebih pribadi, oleh karena itu hanya teman teman dekat yang aku Accept untuk jadi follower, bukannya sombong haha, tapi biarlah, aku nyaman begitu.
Tapi anehnya, ku berikan dia ID Instagram keduaku, jadilah dia followerku, dan begitupun aku, kita follow-follow-an. Wkwk.
Rupanya selain stranger, dia juga stalker. Dilihatnya satu persatu fotoku, dan terkaget dia ketika melihat foto aku dan seorang anak kecil. "ini anaknya? Udah nikah?" tanyanya, aku menggelengkan kepalaku "bukan, itumah anak teteh" jawabku.
Dia mengangguk dan lanjutkan menjelajah feeds instagramku. Tapi, akupun penasaran "masnya udah nikah?" haha kalau tak salah begitu ku bertanya. Dia menunjukan kesepuluh jarinya "belumn, tuh gak ada cincin" ucapnya.
Dalam hati ku berfikir, jangan jangan ni orang Ho*o. hahahaa..
Tapi, ya sudahlah, lets talk more. Setidaknya dari obrolan itu dapat disimpulkan jika pria dan wanita yang sedang berbincang dan duduk bersebelahan ini adalah sama sama jomblo. Hehe.
Aku lupa, bagaimana urutan percakapan kita, inginnya ku ulang waktu itu dan ku rekam segala perbincangan, ingin lagi ku dengar sekarang, sepertinya menyenangkan. Rasa penasaran, rasa hati hati, rasa tertarik dan rasa menjaga diri berbaur menjadi satu menghadapi seseorang yang saat ini sebuah cincin sudah melingkar di jari manisnya. Cincin yang sama denganku!
Jika tak salah, kita berbincang banyak mengenai pekerjaan, berbincang mengenai keluarga, saling bertukar informasi usia, dimana tinggal dan ah ntahlah, aku lupa. Namun first impression darinya masih ku ingat sebagai 'waktu yang menyenangkan'.
Baru kali itu, Jakarta -- Bandung terasa cepat, baru kali itu ku berdoa agar Jakarta -- Bandung bisa lebih jauh lagi sehingga waktu tempuh semakin lama dengan begitu aku masih bisa berbincang dengannya. Hahaha
Namun, pengumuman dibalik pengeras suara kereta menggugurkan angan, kita harus turun. Dan diturunkannya ransel beratku olehnya. Tak sempat ku berterimakasih, dia pergi seperti angina. Tak pamit tak menyapa, dasar laki. Ucapku wkwk.
Begitu tentangnya, tak mampu ku detailkan segalanya, biar saja ku rahasiakan sisanya, aku senang begitu. Hanya aku dan dia yang tahu

He was my stranger.

My Fresh Graduate Time

Minggu, 25 Maret 2018

| 0 komentar

Fresh Graduate”, apa yang ada dibenakmu jika mendengar kata tersebut? Yang akan teringat dibenakku adalah “masa pancaroba”, bak perpindahan dari masa terindahmu menjadi masa yang penuh tanda tanya, tidak tahu akan berujung seperti apa, hari hari dijalani setelah perayaan wisuda terlewati.

Banyak yang bingung, setelah lulus mau jadi apa aku? banyak yang bertanya, untuk apa aku menggenggam ijazah Sarjana ini? Banyak juga yang bersantai santai, tidak berusaha mencari pekerjaan ataupun tidak berusaha untuk berbisnis, “santai dulu bosku” begitu ucapnya. Lalu mau bagaimana?

Inilah ceritaku, cerita yang berhasil membuatku menjadi lebih kuat, mengenali diri sendiri dan lebih berani serta mandiri. Setelah lulus bergelar Sarjana Ilmu Komunikasi, banyak yang aku lakukan, melamar kesana kesini, hingga menjadi owner jasa pembuatan CV. Lucunya, aku membantu orang lain membuat CV agar diterima oleh perusahaan yang dilamarnya, tapi aku sendiri masih pengangguran. hehe

Pernah dengar pepatah atau apalah itu? tulisannya kurang lebih begini “waktu yang kau miliki berbeda dengan yang orang lain miliki, tidak ada yang terlalu cepat atau terlalu lambat, setiap orang berputar pada waktunya masing masing meski hidup dalam planet yang sama”.

Paham maksudnya? Jaman kuliah aku selalu ingin segera lulus, sehingga cepat cepat aku mengerjakan skripsiku, tapi aku tidak bisa ikut sidang skripsi pada gelombang pertama, karena skripsiku belum maksimal, lalu apa yang terjadi? Biarkan saja, waktuku akan datang, bukan digelombang pertamapun tak masalah, masih ada gelombang gelombang lainnya yang akan berbaik hati mengajakku untuk masuk disalah satunya.

Dulu jaman masih labil, aku berusaha mengikuti waktu orang lain, mengikuti tren waktu yang aku sendiri rupanya tidak mampu, waktu yang bukan terbaik untukku, hal tersebut rupanya sangat melelahkan, lalu setelah mengalami semua perdebatan waktu, akhirnya aku mengikuti waktuku sendiri, dan tibalah waktu fresh graduate itu.

Menjadi Pengangguran
Saat kuliah, sering ku fikir rasanya menyenangkan setelah lulus, tidak ada lagi tugas yang mencengkram kaki untuk bermain, tidak ada lagi kewajiban masuk kelas setiap pagi. Tapi jika boleh memilih, rasanya menjadi mahasiswa adalah waktu terbaik yang pernah kumiliki, jujur saja!

Setelah sidang skripsi dan dinyatakan lulus, aku adalah seorang pengangguran, aku fikir setelah sidang skripsi itu, aku akan merasa sangat bahagia dan “plong”. Tapi tahukah kamu? itu semua salah. Masih ingat betul rasa itu, rasa yang sama sekali tidak aku harapkan kedatangannya.

Setelah dinyatakan menjadi S.I.Kom, tiba tiba saja muncul rasa lain, muncul sebuah rasa yang orang kenal dengan sebutan “beban”. Ntah apalah itu, yang jelas aku merasa tidak bebas, yang ku fikir aku bisa bermain bebas kesana kemari, menonton Film dari pagi hingga ke pagi, rasanya itu konyol. Yang ada hanyalah rasa malu, ingin segera bekerja atau memiliki penghasilan sendiri.

Banyak rasa bersalah dalam fase ini, bosan dirumah, ingin main tapi butuh uang. Meminta uang pada orang tua bukanlah hal yang mudah dilakukan setelah lulus kuliah, (setidaknya bagiku). Untungnya, saat itu usaha jasa pembuatan CV ku cukuplah untuk hanya sekedar “hang out” bareng kawan pengangguran lainnya, hehe.

Jujur saja, aku sangat membenci waktu itu, rasa bersalah tak kunjung juga dapat kerja, ingin ku berbisnis, tapi terlalu banyak alasan rasanya sehingga memulai saja aku tak bisa. Ingin segera bekerja tapi panggilan belum juga ada. Sedihnya menjadi seorang pengangguran.

Hingga suatu hari, masih ingat jelas dalam ingatanku, saat itu tidak pagi bukan juga siang, aku sedang mencuci dibelakang dan telponku berbunyi. Diangkatku, lalu itu adalah sebuah panggilan untuk interview. Jakartalah tujuanku! Hingga saat itulah pertama kalinya aku pergi ke Ibu Kota seorang diri.

Keluar dari sangkar emas
Singkat cerita, interview tersebut berjalan baik, Alhamdulillah aku diterima kerja di salah satu Perusahaan Media. Walau masih sebagai freelance (daily paid), tapi aku tetap mensyukuri. Terlebih lagi perusaahan ini adalah salah satu perusahaan yang diidamkan oleh Sarjana Komunikasi.

Oiya, walaupun freelance, aku memiliki jadwal yang sama dengan rekan rekan lainnya yang sudah kontrak. Juga pekerjaan yang tidak jauh berbeda.

Rupanya tidaklah mudah menjadi pegawai baru! Usia dan jabatanku adalah yang terakhir, semua yang ku miliki saat itu adalah yang paling akhir, hingga bersikap menjadi “anak baru yang baik” adalah sebuah kewajiban. Tapi ntahlah apakah aku sudah cukup baik menjadi anak baru saat itu.

Selain sulit menjadi yang “terbaru” . Rupanya sulit pula hidup sendiri tanpa orang  lain. Ibu Kota adalah tempat dimana tidak ada sanak saudara. Di kota ini aku sendiri, dan rasanya sangat sulit. Kos dan Kantor, adalah dua tempat yang selalu ku datangi setiap hari. Hiburan? tenang saja aku punya acara Korea yang bisa ku download setiap hari.

ya! Keluar dari sangkar emasmu adalah sebuah proses yang harus dijalani, OH! Kecuali kamu kerja di kotamu sendiri, rasanya itu akan sedikit lebih mudah, setidaknya kamu hanya perlu beradaptasi di Kantor barumu saja tanpa beradaptasi di tempat tinggalmu.

Kadang juga aku merasa sangat sedih, ku lihat kawan kawan membawa bekal dari yang  dimasak oleh ibunya, aku? masakan warung nasi rupanya terbaik untukku saat itu, hehe.

Menjadi “anak baru”
Menjadi yang termuda bukanlah hal yang mudah, apalagi menjadi anak baru. Rasanya semua mata tertuju padamu. Setidaknya itu yang ada dalam fikiranku. setiap hari aku berusaha untuk menjadi “anak baru yang baik”. Tapi ntah apa yang ada dalam fikiran The seniors, hehe semoga merekapun dapat menilaiku sebagai “anak baru yang baik”.

Pesanku! Jangan lupa senyum, lakukan apa yang diperintahkan segera, bertanyalah jika ada yang membingungkanmu, tapi hati hati jaga pertanyaanmu jangan sampai dapat menyinggung seniormu!

Buatlah dirimu cepat belajar akan apa yang menjadi tugasmu, tunjukan jika kamu bukan orang yang malas, Ucapkan salam saat datang ataupun pulang. Lakukan yang terbaik, maka semuanya akan menjadi mudah.

Mungkin saja ditengah jalan kamu akan menemukan kesulitan, kesulitan dalam melakukan tugas barumu, kesulitan beradaptasi dengan lingkungan barumu, kesulitan menghadapi senior yang serba serbi macamnya bahkan sampai diabaikan. Haha

Bersabarlah, semua akan selesai dan indah pada waktunya. Semua orang akan mengalami masa masa itu, maka semangatlah! Kamu tidak sendiri.
Berusahalah wahai anak baru, dengan begitu kau akan segera beradaptasi dengan lingkungan barumu!

First Salary
aha! Masalah gaji, sebagai seorang freelance, jujur saja bisa dibilang kurang walau hanya untuk menghidupi diriku sendiri. Rupanya biaya hidup di Ibu Kota terhitung dua kali lipat atau lebih dari biaya hidup yang biasa aku gunakan.

Untungnya, sebelum fix bekerja, aku berdiskusi terlebih dahulu dengan orang tuaku. Ku jelaskan pada mereka bagaimana kondisi keuanganku kedepan. Bak malaikat yang baik hati mereka menyampaikan jika mereka akan mendukungku hingga aku mampu hidup sendiri. Paham?

Aku jelaskan, walau sudah bekerja, ada kemungkinan aku masih meminta uang pada Ayah dan Ibu. Mereka tidak mempermasalahkan itu, karena menurut mereka bukan uang yang harus aku dapatkan saat itu, tapi pengalaman, pelajaran dan ilmu yang dapat ku raih pada pekerjaan pertamaku.

Dari situ aku jadi bersemangat, targetku untuk bekerja bukanlah uang, melainkan sebuah pengalaman dan ilmu. Sehingga kadang aku merasa sangat kesal ketika teman temanku menolak bekerja pada sebuah perusahaan karena gajinya yang kecil.
Ada cerita, saat itu aku berbincang dengan teman kuliahku, posisinya aku berstatus sebagai freelance, dan dia masih pengangguran.

Dia banyak bertanya  padaku tentang pekerjaan, lalu ku jelaskan, setelah itu dia tahu bagaimana kondisi keuanganku walau sudah bekerja, tahukah kamu apa jawabannya? “kalo aku jadi kamusih aku gak akan mau deh, mending nganggur aja daripada kerja tapi gajinya segitu”.

Mendengar jawabannya, aku cuma bisa tertawa sinis, untung kita ngobrol via whatsapp, coba kalo ketemu udah gua ceramahin dah lu! hehe.

Tapi karena sama teman, akhirnya aku beri penjelasan, jika dilihat dari materi itu memang tidak cukup, tapi dari pengalaman dan pelajaran yang aku dapat, hal itu bisa menjadi bekal untuk melangkah kedepannya.

Tanyakan saja pada mereka yang saat ini menjadi direktur, apakah dulu saat fresh graduate gaji mereka langsung besar?

Jika ingin berbicara materi, seharusnya hiduplah dengan harta warisan yang sudah dimiliki sejak lahir tanpa perlu menggunakan kemampuan dan otak yang dimiliki.

Aku sadar diri, sebagai fresh graduate aku tidak boleh serakah ingin gaji yang besar. Layaknya bayi yang baru lahir, mereka tidak bisa langsung lari, belajar tidur miring dulu, belajar duduk dulu, belajar dari yang termudah hingga akhirnya bisa berlari.

Fresh graduate adalah bayi yang baru lahir, karena hanya bisa membuka mata dan lapar, maka itulah upahnya, segitulah gajinya, saat sudah bisa berlari layaknya bos, maka upahmu akan semakin besar.

Ohooo.. Beda lagi dengan lulusan sekolah pemerintah yang baru lulus jadi PNS ya, hehe beda juga dengan mereka mereka yang sangat beruntung, ada juga sih teman dari temanku katanya baru fresh graduate gajinya sudah  banyak. Biarlah, seperti waktu, rejekipun berputar pada masing masing pemiliknya.

You know yourself more
Hidup sendiri di Kota orang membuatku lebih mengenali diri sendiri. Sesuai pengalamanku, banyak rasa yang baru aku rasakan. Aku baru tahu rasanya menangis karena masalah A, tersenyum karena B, dan kesal karena C yang sebelumnya belum pernah aku rasakan.

Benar benar seperti bayi baru lahir, banyak rasa dan pengalaman yang baru pertama kali aku rasakan. Jauh dari rumah, struggle and fight alone, itu tidaklah mudah. Walau saat kuliahpun sama, kos di luar kota dan sendiri, hal tersebut sangat jauh berbeda saat kau hidup dan kos untuk bekerja.

Dan pada akhirnya kamu sadar dan mengetahui, jika tidak ada orang lain yang bisa membantu selain diri kamu sendiri, darisitulah semua berawal. Rasa semakin kuat, semakin berani, semakin mandiri, karena keluar dari zona nyaman, semua yang ada dalam diripun ikut keluar untuk berusaha melindungi diri sendiri.
Such a great experience!

Bersyukurlah karena rindu rumah
Sering kali aku menangis, karena ingin pulang. Rindu rumah adalah sebuah sindrom berbahaya yang tidak ada obatnya kecuali kamu “make a deal with yourself”. Maksudnya, tidak ada cara lain, tidak mungkin besok harus izin kerja karena harus pulang kerumah beralasan rindu, bisa dipecat aku.

Hingga sebuah pemikiran muncul, rasa homesick ini sepatutnya harus disyukuri, rasa ini adalah sebuah bukti jika kamu sedang bekerja keras diluar rumah. Lihatlah kawan kawan lain, banyak yang ingin merasakan hal ini karena mereka selalu saja diam diri dirumah karena tidak memiliki kegiatan yang harus dilakukan diluar rumah. contohnya pengangguran.

Pemikiran itu yang selalu membantuku mengatasi rasa homesick ini, ketika sindrom rindu rumah muncul, kini secara otomatis yang keluar adalah perasaan bangga, bangga karena bisa merasakan rindu rumah.

Ada yang belum bisa melawan rasa homesick itu? cobalah caraku, be positive!

Berbaiksangkalah
Aku lulus dari Universitas Swasta, akupun bukan wisudawan terbaik di angkatanku. Tapi, teman teman bilang aku beruntung. Banyak juga yang bertanya, mengapa bisa bekerja disini, bisa bekerja disana.

Oya sebelumnya, setelah bekerja di perusahaan media, aku pindah bekerja ke salah satu Kementerian sampai saat ini. Fikirku, setidaknya di Kementerian aku berstatus kontrak, bukan seorang freelance, maka aku memutuskan untuk pindah.

Banyak kawanku yang bercerita padaku, mereka mengeluh mengapa masih saja menjadi pengangguran.

Jadi begini, ini bukan sebuah teori ataupun pelajaran, hanya sebuah pengalaman dari apa yang aku alami. Awalnya aku belajar ikhlas dan menerima. Be positive! Aku percaya Allah menyiapkan rencana terbaikNya.

Sehingga fikirku, karena latar belakang pendidikanku bukanlah dari Kampus terbaik di Indonesia, maka bisa jadi aku kalah administrasi dengan kawan kawan yang berasal dari Kampus Kampus tersebut, hingga pada akhirnya aku berfikir untung “main belakang”.

Main belakang disini bukanlah sebuah hal negative, melainkan sebuah kepasrahan yang aku lakukan saat itu, aku fikir “Lets do the best and Let God do the rest”.

Aku nyogok pada Allah, berusaha menunaikan kewajibanku semaksimal mungkin, hingga aku berdoa agar Allah akan memberikan hak atas kewajibanku.

Dan Alhamdulillah, semua mindset tersebut tidaklah sia sia, Aku hanya berbaik sangka, Tuhanku memiliki rencana terbaik untukku, maka aku harus melakukan yang terbaik, sisanya biar Allah yang akan mengatur.

So, Dear Fresh Graduate, Just do your best, and Let God do the rest!
Semangat! Setiap orang memiliki waktunya masing masing.

published here



aku tidak pandai bicara, menghitungpun aku tak pintar. lebih baik menuliskan agar bisa terdengar. maafkan segala kekurangan,terimakasih sudah membaca..